Wisata ke Bali: Menyaksikan Tari Kecak Uluwatu

Patung Rahwana di Uluwatu. Foto: koleksi pribadi

Perjalanan saya ke Pulau Dewata ini sebenarnya sudah agak lama, Juni 2023. Sayang sekali kalau hanya diabadikan berupa foto-foto dan beberapa potong video pendek. Agar lebih hidup, saya menarasikannya dalam kalimat-kalimat sehingga orang lain, termasuk Anda dapat turut menikmati ceritanya melalui tulisan di blog ini. Blog pribadi ini sendiri baru dibuat awal Agustus yang lalu.

Salah satu pengalaman paling berkesan dalam perjalanan wisata itu adalah ketika menyaksikan Tari Kecak di Uluwatu. Walaupun saya sudah sering mendengar cerita tentang pertunjukan ini, nyatanya suasana di sana benar-benar berbeda dari bayangan.

Perjalanan Menuju Uluwatu

Perjalanan hari itu  kami berdelapan: saya, istri, anak, menantu dan empat cucu, menggunakan mobil rental pagi-pagi berangkat dari hotel menuju objek wisata  Dreamland. Kemudian menjelang makan siang kami menuju lokasi Garuda Wisnu Kencana (GWK).  Setelah menghabiskan waktu di GWK, menjelang sore baru kami berangkat menuju Uluwatu. Jalan ke arah sana cukup nyaman, melewati desa-desa dan bukit-bukit. Begitu mendekati lokasi, suara debur ombak sudah terdengar, menandakan kami hampir tiba di tebing Uluwatu.

Kami berdelapan plus Penari Bali. Foto: koleksi pribadi

Pertunjukan Tari Kecak diadakan di Pura Luhur Uluwatu, pura kuno yang berdiri megah di atas tebing setinggi hampir 70 meter. Dari sini, laut biru membentang sejauh mata memandang. Saya tiba sekitar pukul lima sore, sedikit lebih awal dari jadwal pertunjukan. Itu keputusan yang tepat, karena saya bisa berjalan-jalan sebentar, melihat-lihat sekitar. Dan memilih tempat duduk yang cukup strategis di arena terbuka.

Menyaksikan Senja dan Pertunjukan

Menjelang pukul enam, suasana semakin ramai. Tribun sudah penuh dengan wisatawan dari berbagai negara. Begitu para penari laki-laki masuk ke arena, suasana berubah menjadi hidup. Mereka duduk melingkar, bertelanjang dada, mengenakan kain kotak-kotak, lalu suara khas “cak… cak… cak…” menggema dengan ritme yang membuat bulu kuduk merinding.

Tari Kecak Uluwatu. Foto: koleksi pribadi.

Cerita yang dibawakan adalah kisah Ramayana: perjuangan Rama menyelamatkan Shinta dari Rahwana. Tokoh-tokoh seperti Rama, Shinta, Laksmana, Rahwana, dan Hanoman tampil dalam gerakan teatrikal penuh ekspresi, membuat pementasan terasa hidup dan dramatis.

Walau saya sudah pernah mendengar kisah ini, ketika ditampilkan dengan gerakan tari, ekspresi wajah, dan lantunan “cak” yang tak henti, rasanya begitu memikat.

Bagian paling saya ingat adalah saat Hanoman masuk ke arena, membuat suasana semakin hidup. Ketika api dinyalakan dan Hanoman berlari melompati kobaran, penonton serentak bertepuk tangan. Senja yang perlahan berganti malam, cahaya api, dan suara para penari bersatu menciptakan suasana magis.

Konon cerita Tari Kecak pertama kali dikembangkan pada tahun 1930-an oleh seniman Bali, Wayan Limbak, bersama seniman Jerman, Walter Spies. Keduanya terinspirasi ritual sakral Sanghyang.  Ritual itu menggunakan vokal dalam tarian memanggil roh. Mereka berdua kemudian mengemasnya menjadi suatu pertunjukan kolosal untuk disuguhkan kepada publik. Namun di dalamnya nilai-nilai spiritual tetap dipertahankan.

Kini, Tari Kecak sudah menjadi simbol budaya Bali yang dikenal di seluruh dunia.

Bagi Anda yang merencanakan perjalanan kesana, informasi sederhana berikut ini barangkali ada gunanya.  

Untuk bisa masuk, ada dua jenis tiket:

Tiket masuk Pura Uluwatu sekitar Rp50.000 per orang.

Tiket pertunjukan Tari Kecak sekitar Rp150.000–Rp200.000, tergantung musim.

Pertunjukan biasanya digelar setiap hari pukul 18.00–19.00 WITA. Sebaiknya datang lebih awal, karena kursi cepat penuh terutama saat musim liburan.

Oh iya, di sekitar pura banyak pepohonan—menyerupai hutan. Disana banyak monyet ekor panjang. Kalau tidak mau bermasalah dengan meraka, hati-hati dengan barang bawaan Anda.

Bila Anda ingin menginap, banyak pilihan hotel di sekitar Pecatu hingga Jimbaran. Dari resor mewah sampai homestay sederhana yang ramah di kantong. Untuk makan malam, pilihan paling populer adalah deretan restoran seafood di Pantai Jimbaran, hanya sekitar 20 menit dari Uluwatu---tergantung kepadatan trafik. 

Selain Tari Kecak, kawasan sekitar juga punya destinasi menarik seperti Pantai Padang-Padang, Dreamland, atau Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang menampilkan patung raksasa setinggi lebih dari 100 meter.

Kesan yang Tertinggal

Bagi saya, menonton Tari Kecak Uluwatu bukan hanya hiburan. Suara para penari yang berpadu tanpa gamelan, latar matahari tenggelam, serta lokasi pura di tepi tebing membuat pertunjukan ini lebih dari sekadar tontonan. Ia adalah pengalaman budaya sekaligus perasaan menyatu dengan alam dan spiritualitas Bali dalam satu panggung alami di tepi samudra. 

Ketika pertunjukan usai dan penonton perlahan meninggalkan arena, saya menoleh sekali lagi ke arah tebing dan kegelapan laut luas di bawahnya. Dalam hati saya berkata, ini adalah salah satu pengalaman unik selama di Bali, sesuatu yang akan terus saya kenang.


Klik video Tari Kecak Uluwatu.


Video koleksi pribadi




Posting Komentar untuk "Wisata ke Bali: Menyaksikan Tari Kecak Uluwatu"